Kapolda Sumsel Digugat Praperadilan, Penyidik Kriminalisasi Kasus Perdata Jadi Pasal ” PIDANA”

 

Kapolda Sumssl Irjen Andi Rian dan Advokat Bambang Handoko, SH.MH. ( net)

Palembang.Bambuseribu- ASWARI, melalui kuasa hukumnya Dr (c) Bambang Handoko, S.H., M.H., resmi mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kepolisian Daerah Sumatera Selatan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam perkara dugaan penipuan dan penggelapan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor S.Tap/138/VIII/2025/Ditreskrimum. Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Negeri Palembang pada 26 September 2025.

Penetapan tersangka terhadap ASWARI bermula dari kerja sama budidaya ikan patin antara dirinya dan Rodi yang tidak menghasilkan keuntungan. Keduanya sepakat untuk mengembalikan modal sebesar Rp96.000.000. Namun, Rodi menolak pengembalian tersebut karena meminta tambahan pembayaran hutang masa lalu sebesar Rp28.000.000. ASWARI hanya mampu mencicil Rp10.000.000 menjelang Hari Raya Idul Fitri, namun tawaran tersebut ditolak oleh Rodi yang kemudian melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian.

Penyidik menetapkan ASWARI sebagai tersangka dengan tuduhan tidak menyerahkan hasil panen pada 25 Januari 2025. Namun, menurut kuasa hukum, tanggal tersebut belum terjadi panen karena kolam masih dalam masa pemeliharaan.

 

Panen pertama baru berlangsung pada 7–13 Maret 2025. Oleh karena itu, penetapan tempus delicti dinilai keliru dan tidak berdasar.

 

Lebih lanjut, penetapan tersangka dinilai cacat hukum karena:

Tidak melibatkan pendapat ahli hukum pidana.

Tidak dilakukan pemeriksaan konfrontir antara pelapor dan terlapor.

 

Tidak ada upaya restorative justice meskipun ASWARI bersedia mengembalikan modal.

 

Tidak terpenuhinya syarat minimal dua alat bukti yang sah.

Kuasa hukum juga menyoroti tindakan Pengadilan Negeri Palembang yang menetapkan sidang pertama pada 14 Oktober 2025, jauh melebihi batas waktu tiga hari sebagaimana diatur dalam Pasal 82 huruf a KUHAP.

Akibat keterlambatan ini, ASWARI ditetapkan sebagai DPO oleh Polda Sumsel, yang berpotensi menggugurkan haknya untuk mengajukan praperadilan sesuai SEMA Nomor 1 Tahun 2018.

Dr (c) Bambang Handoko menyatakan, “Penetapan DPO terhadap klien kami setelah gugatan praperadilan diajukan adalah bentuk pelanggaran hak hukum dan sangat merugikan posisi hukum klien kami. Kami berharap Pengadilan Negeri Palembang dapat mengabulkan permohonan praperadilan ini demi tegaknya keadilan.”

Gugatan ini menjadi sorotan penting dalam penegakan hukum pidana dan prosedur praperadilan di Indonesia, khususnya terkait akurasi penetapan tersangka dan perlindungan hak-hak hukum warga negara. (rls)